JAKARTA, – Dugaan penggelembungan suara menjadi salah satu dalil permohonan yang diungkap Pemohon perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Sukabumi, Jawa Barat. Perkara Nomor 235/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini disidangkan perdana pada Rabu (8/1/2025) dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan yang di Gedung I Mahkamah Konstitusi (MK). Persidangan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah,
Pemohon dalam perkara ini ialah Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Sukabumi Nomor Urut 1 Iyos Somantri dan Zainul yang diwakili kuasa hukumnya, Saleh Hidayat. Sedangkan Termohon ialah Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPU) Kabupaten Sukabumi dan Pihak Terkait ialah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Sukabumi Nomor Urut 2 Asep Japar dan Andreas.
Dalam permohonannya, Pemohon mengungkapkan bahwa dugaan penggelembungan suara terjadi di 469 tempat pemungutan suara (TPS). Hal itu menurut Pemohon terlihat dari perolehan suaranya yang selisih 73.726 suara dari Paslon Nomor Urut 2, lebih banyak jika dibandingkan selisih dalam hasil rekapitulasi akhir.
“Selisih akhir, hasil rekapitulasi akhir itu hanya 65 ribu. Berarti selisih yang sangat tajam terjadi di 469 TPS ini, ” ujar Saleh saat membacakan dalil permohonan di hadapan Majelis.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Kemudian Pihak Pemohon juga mendalilkan adanya dugaan pelibatan jajaran birokasi dan aparatur sipil negara (ASN) Kabupaten Sukabumi secara terstruktur, sistemmatis, dan masif (TSM). Menurut Pemohon, dugaan TSM itu tercermin dari dukungan Bupati Sukabummi yang dianggap mengarahkan dukungan kepada Paslon Nomor Urut 2 dalam pidatonya.
“Kebetulan kami juga menyampaikan bukti berupa video yang isinya salah satunya pidato bupati selaku ketua timses sekaligus Ketua Partai Golkar, pengusung, ” kata Saleh.
Kemudian Pemohon juga mengaku memiliki bukti-bukti berupa video mengenai pernyataan dukungan dari Kepala Desa terhadap Pihak Terkait, serta adanya dugaan money politics dalam bentuk pembagian sembako.
“Ada 68 peristiwa yang kami dukung dengan 68 alat bukti yang menunjukkan terjadinya proses TSM untuk memperkuat dalil tersebut, ” katanya.
Dari dalil-dalil permohonan tersebut, Pemohon mengajukan petitum agar Mahkamah memerintahkan Termohon melakukan pemungutan suara ulang di 469 TPS di 27 kecamatan di Kabupaten Sukabumi. Pemohon juga meminta agar Majelis mendiskualifikasi atau menyatakan bahwa perolehan suara di 469 TPS yang dimaksud tidak sah.
“Sehingga suara akhir yang harus ditetapkan Termohon adalah menurut versi Pemohon, bahwa suara akhir dari Pemohon adalah 471.072, sementara perolehan suara 02 adalah 461.928 dengan selisih 8.224, ” ujar Saleh.
Menanggapi permohonan ini, Majelis Panel Hakim meminta agar Termohon, Pihak Terkait, serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menanggapinya dalam bentuk jawaban di sidang berikutnya. “Nanti Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu suppaya merespon dalil-dalil yang disampaikan Pemohon, ” ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo.
TIM Kuasa Hukum AA/Asep Japar Andreas
Saat dikonfirmasi awak media, tim kuasa hukum AA atau Pasangan Asep Japar – Andreas menegaskan bahwa dalil yang diajukan oleh Paslon 01 dianggap sangat lemah. “Kita sudah pelajari permohonan mereka. Selain tidak memenuhi syarat formil, isi posita (uraian perkara) tidak nyambung dengan petitum (permohonan). Menurut hukum, itu permohonan kabur atau Obscuur Libel, ” ungkap Rafii Nasution tim kuasa hukum AA.
Rafii juga menyoroti masalah data perbedaan suara yang disampaikan oleh Paslon 01 ke MK. Ia menegaskan bahwa data tersebut tidak membuktikan adanya perbedaan signifikan atas hasil penghitungan pleno yang telah ditetapkan oleh KPU. “Mereka harus bisa membuktikan apa yang dimaksud dengan TSM (Tindakan Sistematis dan Masif) yang harus terorganisir dari hulu ke hilir. Perbuatannya harus sistemik, dilakukan minimal 50 persen dari jumlah TPS yang ada, sementara TPS yang dipermasalahkan hanya sekitar 10 persen dari total TPS yang ada, ” jelasnya.
Lebih lanjut, Rafii mengingatkan bahwa jika ada dugaan TSM, maka harus ada bukti yang menunjukkan keterlibatan semua unsur, mulai dari Kades, ASN, TNI, Polri, hingga penyelenggara pemilu. “Mereka harus buktikan itu, ” tegasnya.
Dalam hal hasil akhir suara, Rafii memberikan catatan penting. Ia menilai bahwa ada penghilangan ratusan ribu suara yang seharusnya sah. “Ada suara yang tiba-tiba hilang sekitar 131 ribuan suara, padahal telah sah ditetapkan dalam pleno KPU. Menurut konstitusi, tidak boleh satu suara pun dihilangkan atau dikurangi dalam suatu pemilu. Jika itu terjadi, maka itu merupakan kejahatan konstitusi, ” tandasnya.
Andri Yules, rekan Rafii, juga menekankan pentingnya kebenaran dan keadilan dalam proses ini. “Kami ingin mengingatkan semua pihak, termasuk masyarakat, agar berpijak pada kebenaran dan keadilan sesuai hukum. Jangan mencari kemenangan dengan menghalalkan segala cara, ” tegas Andri.
Lebih lanjut, Andri menegaskan bahwa tim hukum AA tidak akan ragu untuk mengambil tindakan tegas jika ditemukan bukti tindak pidana dalam proses sengketa ini. “Kami telah memantau baik secara faktual di lapangan maupun secara siber. Semua pihak harus hati-hati, karena kami telah mengantongi seluruh isu yang ada di lapangan, ” ujarnya.
Andri juga menambahkan bahwa Paslon 01 harus mampu menghadirkan saksi-saksi yang dapat dipertanggungjawabkan. Jangan sampai bola panas justru kembali berbalik. “Karena ada ancaman memberikan keterangan palsu diatas sumpah di persidangan hingga mengakibatkan kerugian pihak tertentu akan dijerat dengan pasal 242 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara, ” pungkasnya.